BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Manusia hidup di dunia menentukan lingkungannya atau
ditentukan oleh lingkungannya. Perubahan lingkungan sangat menentukan
ditentukan oleh sikap maupun perlindungan manusia pada lingkungannya. Dalam
pendayagunaan sumber daya alam, baik hayati
maupun non-hayati, sangat mempengaruhi kondisi lingkungan bahkan dapat
merombak sistem kehidupan yang sudah berimbang antara kehidupan itu sendiri
dengan lingkungannya.
Pertumbuhan
ekonomi kini semakin meningkat dengan adanya kemajuan teknologi yang memadai
sebagai penunjang, akan tetapi kemajuan itu dampaknya cukup terasa terutama di
bidaang lingkungan hidup. Kekawatiran tentang rusaknya atau tercemarnya
lingkungannya hidup didorong oleh kesadaran bahwa manusia itu tidak dapat lepas
dengan lingkungannya. Hal ini dapat
dilihat dari kasus limbah tahu Di Sidoarjo yang mengakibatkan kerugian pada
masyarakat dan lingkungan di sekitar.
Makalah ini secara khusus akan menganalisa kasus limbah tahu
mulai dari kronologi kejadian dan analisa terhadap pasal yang terkait dalam UU
No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
B. Perumusan Masalah
1.
Bagaimana Kronologi kejadian Pencemaran Limbah tahu Di
Sidoarjo?
2.
Bagaimana penyelesaian masalah terhadap kasus pencemaran
limbah tahu Di Sidoarjo?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui bagaimana kronologi kejadian pencemaran limbah
tahu Di Sidoarjo.
2.
Mengetahui dan memahami penyelesaian suatu masalah yang
berkaitan dengan hukum lingkungan.
3.
Menyelesaikan tugas terstruktur II mata kuliah hukum
lingkungan kelas A.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kronologi
Kasus
Perkara ini merupakan delik
lingkungan yaitu pencemaran air Kali Surabaya akibat limbah tahu dan limbah
kotoran babi oleh terdakwa Bambang
Goenawan, direktur PT. Sidomakmur dan PT. Sidomulyo.
terdakwa Bambang Goenawan alias Oei
Ling Gwat, lahir di Surabaya, umur 48 tahun, jenis kelamin laki – laki,
kebangsaan Indonesia, keturunan China, tempat tinggal JL. Ngagel No. 125 – 127
Surabaya, agama Katolik, pekerjaan Direktur PT. Sidomakmur dan PT. Sidomulyo
dihadapkan ke pengadilan negeri Sidoarjo dengan dakwaan bahwa antara bulan Maret 1986 - Juli 1988, di perusahaan
PT. Sidomakmur dan PT. Sidomulyo yang terletak di desa Sidomulyo. kecamatan
Krian, kabupaten Sidoarjo, telah terjadi perbuatan yang menyebabkan rusaknya
lingkungan hidup atau tercemarnya lingkungan hidup dengan cara terdakwa sebagai
pengusaha PT. Sidomakmur yang memproduksi tahu, membuang air limbah tahu ke Kali Surabaya yang mengandung BOD 3095,4 mg/I dan mengandung COD 12293 mg/I dan juga sebagai
pengusaha PT. Sidomulyo yang berupa peternakan babi membuang limbah kotoran babi ke Kali Surabaya yang mengandung BOD 426,3 mg/I dan mengandung COD 1802,9 sebagaimana hasil dari
pemeriksaan air limbah yang dilakukan oleh badan teknik kesehatan Lingkungan
tanggal 20 Juli 1988 No. 261/ Pem/ BTKL.Pa/VII/1988. Kandungan limbah tersebut
melebihi ambang batas yang ditetapkan SK Gubernur Jawa Timur No 43 Tahum 1987,
yaitu maksimum BOD 30 mg/I dan COD 80 mg/I.
Terdakwa sebagai pengusaha PT.
Sidomakmur dan PT. Sidomulyo telah membuat instansi (septictank) yang tidak
memenuhi daya tampung limbah kedua perusahaan tersebut, sehingga kotoran atau
limbah meluber keluar dan mengalir ke Kali Surabaya. Pembuangan air limbah
tersebut menyebabkan menurunnya kualitas air Kali Surabaya dan menyebabkan air
kekurangan oksigen yang mengakibatkan matinya kehidupan dalam air serta sangat
sukar untuk diolah menjadi air bersih untuk bahan baku PDAM.
Dalam pemeriksaan terhadap Rochim
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Sidoarjo, diperoleh keterangan bahwa
diketemukan adanya sejumlah ikan yang mengambang di permukaan air Kali Surabaya.
Soekarsono Dirja Sukarta, B.A.
Pejabat PDAM Pejabat PDAM Surabaya menyatakan bahwa pernah kadar kimia air Kali
Surabaya yang diolah menjadi air minum sangat tinggi, sehingga PDAM harus
mengeluarkan biaya tinggi untuk menormalkan kembali kadar air tersebut,
kejadian itu akibat dari tercemarnya Kali Surabaya.[1]
B. Dakwaan
terhadap kasus pencemaran limbah tahu
terdakwa Bambang Goenawan didakwa telah melanggar pasal 22
ayat 1 dan 2 Undang – Undang No. 4 Tahun
1982.
Pada tanggal 23 Februari 1989,
tuntutan pidana dibacakan, pada pokoknya berbunyi :
Menyatakan
terdakwa Bambang Goenawan bersalah karena kelalaiannya melakukan perbuatan
menyebabkan tercemarnya lingkungan hidup – pasal 22 ayat 2 UU No. 4 Tahun 1982
(dakwaan subsidair).
Menjatuhkan
pidana terhadap Bambang Goenawan selama 6 (enam) bulan dalam masa percobaan 1
(satu) tahun dan denda Rp 1.000.0000,00
subsidair 2 (dua) bulan kurungan. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya
sebesar Rp 2.500,00.
C. Putusan
Dalam pemeriksaan perkara di temukan ketidaksesuaian alat
bukti mengenai besarnya BOD dan COD dari limbah tahu. Perbedaan hasil
penilitian laboratorium tentang kadar BOD dan COD yang bervariasi membuat
majelis hakim ragu – ragu terhadap kebenaran dari besarnya BOD dan COD
tersebut, sehingga ditetapkan asas In Dubio Pro Reo (putusan yang menguntungkan
bagi terdakwa) majelis hakim menetapkan bahwa besarnya BOD dan COD yang
terkandung dalam limbah industri tahu terdakwa adalah sebesar 17,54 m/I dan
68,58 m/I sesuai dan seperti hasil penelitian pada Balai Pengembangan dan
Penelitian Industri Kanwil Departemen Perindustrian Jawa Timur, Surabaya,
tanggal 4 Juni 1988.
Di samping itu, menurut majelis
hakim karena tidak adanya hasil penelitian itu sendiri tentang akibat yang
timbul dari limbah yang dibuang ke kali, maka kasus tersebut tidak dapat di
pertanggungjawabkan kepada terdakwa. Dengan demikian menurut hukum, tidak
terbukti limbah yang dibuang terdakwa itu menyebabkan tercemarnya lingkungan
hidup, sehingga perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak kejahatan dan bukan
pula merupakan pelanggaran. Oleh karenanya, pada tanggal 6 Mei 1989 putusan PN
Sidoarjo:
1.
Menyatakan Bambang Goenawan alias Oei Ling Gwat telah
melakukan perbuatan membuang limbah industri tahu ke Kali Surabaya, tetapi
perbuatan itu bukan merupakan perbuatan tindak pidana, yakni tidak menyebabkan
tercemarnya lingkungan hidup.
2.
Menyatakan oleh karena itu terdakwa diputus “lepas” dari
segala tuntutan hukum.
3.
Membebankan biaya perkara kepada Negara.
4.
Menetapkan surat – sutrat yang diperiksa sebagai alat bukti
tetap terlampir dalam berkas.
D. Kasasi
Setelah keputusan PN
Sidoarjo memutuskan membebaskan terdakwa dari segala hukuman maka Jaksa
Penuntut Umum mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung
menyatakan mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi Jaksa Penuntut
Umum pada Kejaksaan Negeri Sidoarjo tanggal 6 Mei 1989 No. 122/pid/1988/PN.Sad.
E. Putusan
MA
Mahkamah Agung dalam
putusan rek. 1479/K/pid/1989, tanggal 20 Maret 1993 memutuskan bahwa terdakwa
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan kejahatan “karena
kelalaiannya melakukan oerbuatan yang menyebabkan tercemarnya lingkungan
hidup“. Kendatipun demikian, terdakwa “hanya” dihukum kurungan 3 (tiga) bulan
dengan waktu percobaan 6 (enam) bulan, di samping itu terdakwa juga dihukum
dengan pidana denda dengan Rp 1.000.000, 00 (satu juta rupiah).
F. Analisis
kasus menggunakan UU No. 32 Tahun 2009 Tentang PPLH
1.
Terdakwa melanggar
ketentuan pasal 100 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi “Setiap
orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu
gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”. Pasal ini terbukti
berdasarkan alat bukti hasil dari pemeriksaan air limbah
yang dilakukan oleh badan teknik kesehatan Lingkungan tanggal 20 Juli 1988 No.
261/ Pem/ BTKL.Pa/VII/1988. Kandungan limbah tersebut melebihi ambang batas
yang ditetapkan SK Gubernur Jawa Timur No 43 Tahum 1987, yaitu maksimum BOD 30
mg/I dan COD 80 mg/I.
2.
Terdakwa melanggar ketentuan pasal 103 Undang-Undang Nomor 32
tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi
“Setiap orang yang menghasilkan limbah B3
dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”. Karena dalam hal
ini terdakwa tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59. Terdakwa
membuat
instansi (septictank) yang tidak memenuhi daya tampung limbah kedua perusahaan
tersebut, sehingga kotoran atau limbah meluber keluar dan mengalir ke Kali
Surabaya. Pembuangan air limbah tersebut menyebabkan menurunnya kualitas air
Kali Surabaya dan menyebabkan air kekurangan oksigen yang mengakibatkan matinya
kehidupan dalam air serta sangat sukar untuk diolah menjadi air bersih untuk
bahan baku PDAM.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan
Perundang-undangan
Undang
Undang No. 4 Tahun 1982 Tentang Lingkungan Hidup
Undang Undang No.
32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Internet
http://indryandi.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar