BAB
I
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Tujuan Landreform
Landreform
berasal dari dua kata yaitu “land” yang berarti tanah dan “reform” yang berarti
perombakan, sehingga dalam hubungan dengan hukum agraria, maksud dan pengertian
Landreform adalah perombakan secara mendasar terhadap sistem pemilikan tanah.
Undang
Undang Pokok Agraria merupakan induk dari ketentuan landreform dibentuk atas
dasar pertimbangan sebagai berikut :
1.
Karena Hukum Agraria yang berlaku sekarang sebagian
tersusun berdasarkan tujuan dan sendi dari pemerintah jajahan.
2.
Karena Hukum Agraria mempunyai sifat hukum dualisme,
yaitu yang berasal dari Hukum Adat dan yang berasal dari Hukum Barat.
Program
Landreform dalam arti luas mempunyai bidang yang lebih luas sehingga sering
diartikan sebagai suatu Agrarian Reform, yang meliputi lima macam program,
yaitu:
1.
Pembentukan Hukum Agraria.
2.
Penghapusan hak asing dan konsepsi kolonial.
3.
Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur.
4.
Perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah
pertanian dan hubungan hukum yang bersangkutan.
5.
Perencanaan persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya secara terencana dan sesuai
kemampuan.
Dalam
pelaksanaan program landreform, redistribusi tanah pertanian merupakan arah
kebijakan landreform yang mempunyai tujuan sebagai berikut :
1.
Tujuan
Ekonomis
a.
Memperbaiki
keadaan sosial ekonomi rakyat dengan memperkuat hak milik dan memberikan fungsi
sosial.
b.
Memperbaiki
produksi nasional, khususnya pada sektor pertanian.
2.
Tujuan
Sosial Politis
a.
Mengakhiri
penguasaan tanah ada orang tertentu dan menghapuskan sistem tuan tanah.
b.
Mengadakan
pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani.
3.
Tujuan Mental
Psikologis
a.
Meningkatkan
kegairahan kerja bagi para petani penggarapnya.
b.
Memperbaiki
hubungan kerja antara pemilik dan penggarap.
B. Tanah Objek Landreform
Dalam rangka
pelaksanaan landreform yang dikatagorikan dalam objek landreform adalah :
1. Tanah Kelebihan
Tanah kelebihan merupakan tanah kelebihan dari batas
maksimum sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang dan tanah kelebihan
tersebut diambil alih oleh pemerintah dengan diberikan ganti rugi.
2. Tanah Absentee/Guntai
Dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
ditegaskan bahwa setiap orang dan badan hukum yang mempunyai hak atas tanah
pertanian pada dasarnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri
secara aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan.
Mengerjakan atau mengusahakan secara aktif berarti
yang mempunyai hak itu langsung turut serta dalam proses produksi, ini berarti
bahwa tidak segala pekerjaan harus dilakukan sendiri oleh pemilik tetapi dapat
mempergunakan tenaga orang lain sebagai penggarap sebagai langkah ke arah
pelaksanaan dan penggunaan tanah secara aktif, dengan tujuan untuk menghapuskan
tanah absentee/guntai, artinya orang atau pihak yang berhak atas tanah
pertanian tersebut harus bertempat tinggal di kecamatan letak tanah yang
bersangkutan atau di luar kecamatan tetapi masih berbatasan dengan kecamatan
letak tanah itu.
Tanah absentee/guntai dilihat dari
asal usulnya dapat terjadi karena 3 (tiga) hal, yaitu :
a. Tanah yang ditinggalkan oleh pemiliknya.
yaitu pemilik yang bersangkutan berpindah
tempat dari kecamatan letak tanah selama 2 tahun berturut-turut. Jika pihak
tersebut melapor kepada pejabat setempat tentang kepergiannya, maka dalam waktu
satu tahun sejak berakhirnya jangka waktu tersebut ia diwajibkan memindahkan
hak milik atas tanah pertaniannya kepada orang lain yang bertempat tinggal di
kecamatan tersebut.
b. Pewarisan
Jika karena pewarisan maka dalam waktu 1
tahun terhitung sejak si pewaris meninggal, ahli waris bersangkutan diwajibkan
untuk mengalihkan hak milik atas tanah tersebut kepada orang lain yang
bertempat tinggal di kecamatan di mana tanah itu berada, atau apabila ahli
waris ingin tetap memiliki tanah tersebut, maka ia harus berpindah ke kecamatan
tanah yang bersangkutan.
c. Jual beli
Yaitu : beralihnya hak milik atas tanah
yang bersangkutan.
Adapun hal-hal yang dikecualikan dalam
pemilikan tanah secara absentee adalah :
a. Pemilik yang bertempat tinggal di kecamatan
yang berbatasan dengan kecamatan tanah tersebut berada.
b. Pegawai
negeri dan anggota ABRI serta oran-orang yang dipersamakan.
c. Pemilik yang mempunyai alasan khusus yang dapat
diterima oleh Direktorat Jenderal Agraria.
3. Tanah
swapraja dan bekas swapraja yang langsung dikuasai oleh negara .
4. Tanah-tanah
lain yang langsung dikuasai negara dan ditetapkan sebagai obyek Landreform
adalah :
a. Tanah partikelir.
b. Tanah erpfacht yang telah berakhir jangka
waktunya, dihentikan atau dibatalkan.
c. Tanah kehutanan yang diserahkan kembali
penguasaannya oleh instansi yang bersangkutan kepada negara.
C. Ketentuan-Ketentuan Terhadap Tanah Kelebihan
Sebagai
pelaksanaan dari Pasal 7 dan Pasal 17 UUPA, maka Undang-Undang Nomor 56 Prp
Tahun 1960 mengatur lebih lanjut tentang batas maksimum atas tanah pertanian.
Dalam penentuan tentang batas maksimum suatu kabupaten yang dipakai dalam
ukuran yaitu kepadatan penduduk, jenis tanah pertanian dan jumlah anggota
keluarga.
Bunyi Pasal 7 menyatakan : Untuk tidak
merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui
batas tidak diperkenankan.
Ketentuan dari Undang-undang Nomor 56 Prp
sebagai implementasi dari Pasal 17 UUPA yang menyatakan sebagai berikut:
1. Dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 7 maka
untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat 3 diatur luas maksimum
dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan suatu hak tersebut dalam
Pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum .
2. Penetapan batas maksimum termaksud dalam Ayat
1 pasal ini dilakukan dengan peraturan perundangan didalam waktu yang singkat .
3. Tanah-tanah yang merupakan Kelebihan dari
batas maksimum termaksud dalam Ayat 2 pasal ini diambil oleh pemerintah dengan
ganti kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan
menurut ketentuan dalam peraturan pemerintah .
4. Tercapainya batas minimum termaksud dalam Ayat
1 pasal ini, yang akan ditetapkan dengan peraturan perundangan, dilaksanakan
secara berangsur-angsur.
Batas maksimum yang ditentukan dengan memperhatikan
jumlah penduduk, luas daerah, dan faktor-faktor lain maka luas maksimum yang
dimaksud dalam ayat 1 Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang penetapan
luas tanah pertanian adalah sebagai berikut :
Daerah Sawah
Atau Tanah kering
1. Tidak padat 15 ha 20 ha
2. Kurang padat 10 ha 12 ha
3. Cukup padat 7,5 ha 9 ha
4. Sangat padat 5 ha 6 ha
Dengan memakai dasar dalam tabel di atas maka tanah
yang dikuasai merupakan tanah sawah dan tanah kering, maka untuk menghitung
luas maksimum adalah luas sawah dijumlah dengan luas tanah kering dengan
menilai tanah kering sama dengan sawah 30% di daerah-daerah yang tidak padat
dan 20% di daerah yang padat dengan ketentuan, bahwa tanah yang dikuasai
seluruhnya tidak melebihi dari 20 ha.
Atas dasar ketentuan ini maka penetapan luas maksimum
untuk tiap daerah dilakukan dengan perhitungan seperti tersebut diatas.
Ketentuan ini tidak berlaku terhadap tanah pertanian :
a. Yang dikuasai dengan hak guna usaha atau
hak-hak lain yang bersifat sementara dan terbatas yang diperoleh dari
pemerintah.
b. Tanah yang dikuasai oleh badan-badan hukum.
Lebih lanjut dijelaskan, bagi keluarga yang
beranggotakan lebih dari tujuh orang maka untuk penetapan batas maksimum yang
boleh dimiliki oleh keluarga tersebut adalah ditambah 10% untuk setiap anggota
keluarga dengan ketentuan tidak boleh melebihi dari 50% dengan jumlah tanah
tidak lebih dari 20% baik untuk tanah sawah atau tanah kering. Sedang untuk
daerah khusus luas maksimum pemilikan tanah dapat ditambah paling banyak 5
hektar.
D. Organisasi Pelaksana Landreform
Untuk
menjamin pelaksanaan landreform secara efektif dan efisien, maka perlu dibentuk
panitia penyelenggaraan landreform baik pimpinan, pelaksana dan pengawas agar
tercapai koordinasi yang mantap baik di tingkat pusat atau daerah.
Panitia landreform dibentuk atas dasar Keputusan
Presiden Nomor 131 Tahun 1961 tentang Organisasi Penyelenggaraan Landreform,
dengan disempurnakan oleh Keputusan Presiden Nomor 263 Tahun 1964 Tentang
Penyempurnaan Panitia Landreform. Kemudian untuk melaksanakan ketentuan
tersebut, pemerintah mengeluarkan peraturan pelaksanaannya yang ditetapkan
tanggal 21 Februari 1981 dengan bentuk peraturannya yaitu Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 38 Tahun 1981.
Dalam keputusan tersebut dijelaskan tentang kegiatan
pelaksanaan dan tugas panitia landreform, yaitu :
a. Kegiatan Menteri Dalam Negeri meliputi :
- Menetapkan tentang kebijaksanaan tekhnis
pelaksanaan landreform.
- Mengambil keputusan tentang persoalan pokok
landreform.
- Mengajukan masalah untuk mendapatkan saran dan
pertimbangan dari panitia landreform pusat.
- Memberikan bimbingan petunjuk dan pedoman
dalam pelaksanaan landreform di daerah.
- Menyelesaikan dan memutuskan sengketa yang
timbul karena pelaksanaan landreform
yang tidak dapat diselesaikan oleh daerah.
- Melakukan pengawasan umum dalam pelaksanaan
landreform.
- Memberikan laporan tentang landreform kepada
presiden.
b. Kegiatan Gubernur Kepala Daerah, meliputi :
- Melaksanakan
Instruksi Menteri Dalam Negara.
- Menyusun pelaksanaan landreform pada Daerah
Tingkat Kabupaten sesuai dengan pedoman dari Menteri Dalam Negeri.
- Mengajukan masalah untuk mendapatkan saran dan
pertimbangan dari Panitia Pertimbangan Propinsi.
- Memberikan bimbingan, pembinaan dan petunjuk
tentang pelaksanaan landreform di daerahnya masing-masing.
- Mengambil keputusan tentang hal-hal yang
berhubungan dengan pelaksanaan landreform.
- Memberikan hak milik atas tanah yang dibagikan
dalam rangka pelaksanaan landreform.
- Menyelesaikan dan memutuskan sengketa yang
timbul yang berhubungan dengan landreform sesuai dengan kewenangannya.
- Mengadakan pengawasan dan evaluasi terhadap
pelaksanaan landreform di daerah masing-masing.
- Memberikan laporan tentang pelaksanaan
landreform di daerahnya kepada Menteri Dalam Negeri.
c. Kegiatan
Bupati atau Walikota, meliputi :
- Melaksanakan Instruksi dari Menteri Dalam
Negeri dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat Propinsi.
- Menyusun rencana kerja pelaksanaan landreform
di daerahnya sesuai dengan instruksi yang meliputi kegiatan inventarisasi
pemilikan, penggunaan, dan penguasaan tanah pertanian yang ada di daerahnya.
- Mengajukan dan memperhatikan saran dan
pertimbangan dari Panitia Pertimbangan Landreform Kabupaten.
- Menetapkan tanah kelebihan dari batas maksimum.
- Menetapkan bentuk, jumlah dan cara pemberian
ganti rugi kepada bekas pemilik menurut pedoman yang diberikan oleh Gubernur
Kepala Daerah dan Menteri Dalam Negeri.
- Mendaftar para penggarap dan menetapkan
prioritas petani yang akan mendapat bagian tanah, serta menetapkan luas dan letak
tanah yang akan dibagikan.
- Mengeluarkan Surat Izin Menggarap (SIM) dan
menetapkan uang pemasukan dari objek landreform yang akan diredistribusikan dan
pencabutan izin menggarap apabila tidak memenuhi syarat.
- Menentukan jenis tanah yang masih tetap akan
dimiliki dan mengatur jumlah dan cara pembayaran ganti rugi dari petani yang
akan memperoleh pembagian tanah.
- Mengusulkan tentang objek landreform.
- Memberikan izin pemindahan hak atas tanah
pertanian yang diredistribusikan.
- Mencegah terjadinya pemilikan dan penguasaan
tanah pertanian oleh orang yang bertempat tinggal di luar kecamatan tempat
tanah berada.
- Mengadakan dan mengusulkan pembinaan kepada
petani landreform
- Pengawasan
dan evaluasi mengenai pelaksanaan landreform.
- Mendamaikan dan memberikan putusan sengketa
yang timbul akibat pelaksanaan landreform.
- Memberikan laporan tentang pelaksanaan
landreform di daerahnya kepada Gubernur Kepala Daerah dan Menteri Dalam Negeri.
d. Kegiatan Camat, meliputi :
- Membantu Bupati dalam kegiatan :
a. Meneliti tentang pemilikan, penggunaan dan
penguasaan tanah pertanian yang terkena landreform.
b. Menentukan bagian tanah yang masih tetap
dimiliki dan tanah yang dikuasai oleh pemerintah.
c.
Menginventarisasi obyek landreform.
d. Menginventarisasi dan meneliti para penggarap
tanah objek landreform.
e. Meneliti
dan menentukan prioritas petani yang akan menerima redistribusi tanah.
f. Mengumpulkan data mengenai pembayaran ganti
rugi atas tanah kelebihan dan absentee.
g. Memberikan pertimbangan dalam pemberian izin
pemindahan hak atas tanah pertanian.
h.
Memberikan pertimbangan tentang penyelesaian sengketa landreform.
-
Melaksanakan instruksi dari bupati.
- Melaksanakan tugas-tugas yang
diberikan kepadanya, yang meliputi :
a. Menerima pembayaran
uang pemasukan dari penerima redistribusi dan menyetorkannya kepada Cabang Bank
Rakyat setempat.
b.
Melaksanakan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan Landreform di daerahnya.
c. Mencegah
timbulnya kepemilikan atau penguasaan tanah pertanian yang melampaui batas
maksimum.
d.
Memberikan laporan pelaksanaan landreform kepada Bupati.
e. Kegiatan
Kepala Desa, meliputi :
- Meneliti
tentang pemilikan dan penggunaan tanah pertanian yang terkena landreform.
- Menentukan
bagian tanah yang tetap dimiliki bekas pemilik dan tanah yang dikuasai oleh
pemerintah.
- Inventarisasi tanah objek landreform.
- Meneliti mengenai penggarap tanah obyek
landreform.
- Meneliti dan menentukan prioritas bagi petani
yang akan menerima redistribusi tanah.
- Mengumpulkan data mengenai pembayaran ganti
rugi atas tanah kelebihan dan absentee.
- Memungut uang pemasukan dari penerima
redistribusi dan menyetorkannya kepada Camat.
- Mengawasi pelaksanaan landreform dan perjanjian
bagi hasil di wilayahnya.
- Membuat laporan bulanan kepada Camat tentang
perjanjian bagi hasil dan pelaksanaan landreform.
E. Tanah Bengkok
tanah bengkok adalah bagian dari
tanah desa yang merupakan Tanah Kas Desa. Jadi tanah tersebut diperuntukkan
bagi gaji pamong desa, yaitu: Kepala Desa dan Perangkat Desa. Mereka mempunyai
hak untuk memperoleh penghasilan dari atas tanah yang diberikan oleh desa untuk
memelihara kehidupan keluarganya dengan cara mengerjakan hasilnya dari hasil
tanah itu karena jabatannya, jika di lain waktu yang bersangkutan tidak lagi
menjabat sebagai pamong desa, maka tanah bengkok tersebut menjadi tanah kas
desa. Menurut Permendagri No. 4 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan
Desa, pada Pasal 2 dan pasal 3, Tanah
bengkok yang merupakan Tanah Kas Desa adalah bagian dari Kekayaan Desa dan
Kekayaan desa menjadi milik desa. Kekayaan desa tersebut dibuktikan dengan
dokumen kepemilikan yang sah atas nama desa.
BAB II
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Harsono,
Boedi. 2008. Hukum Agraria Indonesia.
Jakarta:Djambatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar