A. ETIMOLOGI DAN PERTUMBUHAN ISTILAH NEGARA
Istilah negara di terjemahkan dari kata-kata asing, yaitu:
“staat” (bahasa Belanda dan Jerman)
“state” (bahasa Inggris)
“Etat” (bahasa Prancis)
Istilah “staat” mempunyai sejarah sendiri. Istilah itu mula-mulanya
dipergunakan dalam abad XV di Eropa Barat. Anggapan umum yang diterima bahwa
“staat” (state, etat) tersebut dialihkan dari kata latin “status” atau
“statum”. Kaisar Romawi, Ulpianus, dikatakan pernah memakai kata “statum”
dalam ucapannya “Publicum iusest quad ad statum rei Romanae spectat”. Menurut
Jellinek,kata “statum” pada waktu itu masih berarti “die Vervassung, die
Ordunung” atau sebagaimana disebut sekarang adalah konstitusi. Kemudian kata
“status” itu juga lazim dipergunakan dalam hubungannya dengan kesejahtraan
umum.
Secara etimologis kata status itu dalam bahasa latin klasik adalah satu
istilah yang abstrak yang menujukan keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu
yang mamiliki sifat – sifat yang tegak dan tetap itu. Sejak cicero (104-43)
kata status atau statum itu lazim diartikan sebagai standing atau station
(kedudukan) dan dihubungkan dengan kedudukan persekutukan hidup manusia
sebagaimana diartikan dalam istilah status civitatis atau
status republicae dari kata latin klasik itu dialihkan beberapa
istilah lainya di samping istilah state atau staat seperti
istilah estate dalam arti real estate atau personal estate
dan juga estate dalam arti dewan atau perwakilan
golongan sosial dalam arti yang belakangan inilah kata
status semula diartikan dan baru dalam abad XVI kata
itu dipertalikan dengan kata Negara.
Menurut kranenburg, “lo stato” dari bahasa Italia yang juga dialihkan dari
kata latin “status”itu rupa-rupannya semula dipergunakan dalam abad XV, dalam
laporan-laporan wakil persekutuan Italai, yang mula-mula berarti:
-
Pertama, dalam arti keseluruhan jabatan tetap;
- Kemudian, dalam arti pejabat-pejabat jabatan itu sendiri, penguasa beserta
pengikut-pengikut mereka;
- Lebih luas lagi, dalam arti kesatuan wilayah yang dikuasai.
Demikianlah orang berkata tentang”stato die Medici”, stato di Firenzi”,
stato della Chiesa”, dan sebagainya. Dalam abad-abad “res publica” daripada
kata “stato” itu, terutama oleh orang-orang Romawi. Maka dari itu , kata “lo
stato” adalah sesuatu penemuan yang baru, baikdalam pemakaiannya maupun dalam
maknanya. Kata “lo stato” tidak lagi dipergunakan bagi ”polis”
Yunani maupun bagi negara Feodal dari abad menengah yang pada waktu itu masih
yang merupakan “estate-state” atau standen staat”. Istilah “lostato” itu tepat
menunjuk negara teritorial yang muncul dalam abad XVI,sebagai istilah yang
menunjukkan sistem fungsi dan segenap organ umum yang tersusun rapi yang
mendiami sesuatu wilayah tertentu.
Jika praktik mengalihkan kata “state” itu dari kata “status”, maka doktrin
mengenal untuk pertama kali dari tulisan Niccolo Machiavellin yang lazim
dianggap sebagai Bapak Ilmu Politik Modern (sesudah Aristoteles). Dalam bukunya
yang termasyur “the prince”, Machiavelli-lah yang pertama-tama memperkenalkan
istilah “lo stato” dalam pustakaan ilmu politik. Jean Bodin, sekalipun
menemukan istilah “Ilmu politik”, namun masih menggunakan kata “republique”
dalam edisi bahasa prancis dari bukunya yang termasyur itu dan kata “civitas”
dalam edisi bahasa Latinnya.juga Grotius dalam ‘de Jure belli ac pacis”(1625)
masih menggunakan kata “civitas” dan Thomas Hobbes menggunakan istilah “
Commonwealth”.
Sejak kata “negara” diterima sebagai pengertian yang menunjukkan organisasi
bangsa yang bersifat territorial dan mempunyai kekuasaan tertinggi, yang perlu
ada untuk menyelenggarakan kepentingan bersama dan mencapai tujuan bersama,
maka sejak itu pula “Negara” di tafsirkan dalam sebagai arti, yaitu:
1.
Perkataan “Negara” dipakai dalam arti
penguasa
Jadi untuk
mengatakan orang atau orang-orang yang melakukan kekuasaan yang tertinggi atas
persekutuan rakyat yang tertempat tinggi dalam sesuatu daerah.
2.
Perkataan “Negara” dipakai dalam arti
persekutuan rakyat
Jadi untuk menyatakan
sesuatu lembaga yang hidup dalam suatu daerah, di bawah kekuasaan yang
tertinggi, menurut kaedah-kaedah hukum yang sama.
3. Perkataan “Negara” didefinisikan dengan
pemerintah
Apabila kata itu
digunakan dalam dalam pengertian kekuasaan Negara, kemauan Negara.
4. Perkataan “Negara” didefinisikan
dengan suatu wilayah yang tertentu
Dalam hal ini
perkataan dipakai untuk menyatakan suatu daerah, diman diam sesuatu bangsa
dibawah kekuasaan yang tertinggi.
5. Perkataan “Negara” didefinisikan dengan
arti “kas Negara”
Jadi untuk harta
yang dipegang oleh punguasa guna kepentingan umum.
Secara yuridis perkataan Negara selalu mempunyai ikatan dengan salah satu
dari ke-5 pengertian itu.
B. IDE DAN PENGERTIAN (KONSEP) NEGARA
Konsep Negara
memiliki dua pengertian:
Negara adalah organisasi di suatu wilayah yang mempunyai
kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati rakyatny.
Negara adalah kelompok
sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah
lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai satu kesatuan politik
dan berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.Antara ide dan
pengertian Negara dapat di tarik perbedaan yang tegas. Hal tersebut dapat
dilihat sebagai berikut:
Ide Negara yaitu:
- Sebagai cita-cita
- Sebagai idealisme
- Bagaimana Negara “seharusnya ada”
- Pemikiran –pemikiran tertentu mengenai Negara
Pengertian Negara, yaitu:
- sebagai kenyataan
- sebagai realisme
- bagaimana Negara itu “ada” dalam kenyataan sejarah
- kenytaan dari pemikiran tertentu mengenai Negara
Antara ide dan kenyataan mungkin terdapat diskrepansi yang besar, yang
sudah lumrah diketahui. Apabila diskrepansi antara ide dan kenyataan Negara
terlalu besar adanya, maka ide itu dapat menjadi utopi belaka atau suatu impian
yang tidak dibenarkan oleh kenyataan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Nasroen,
ide Negara tidak boleh idealistis semata-meta sehingga tidak boleh dilaksanakan
dalam kenyataan. Apabila ide dan konsep Negara itu bertemu dalam kenyataan,
maka dalam hal ini terjelmalah Negara yang ideal.
Ide tidak dapat dipikirkan terlepas dari kenyataan. Ide tidak lahir dalam
suatu vakum, tetapi merupakan suatu refleksi dari suatu keadaan yang nyata.
Demikian dengan halnya dengan ide Negara. Lahirnya ide Negara sudah dapat
ditemukan sejak manusia itu merupakan makhluk social atau untuk lebih
tepat lagi sejak manusia merupakan “zoon politicon”. Jika ada kebenaran mutlak
dalam alam yang serba relative ini, maka kebenaran itu adalah bahwa manusia
adalah makhluk yang suka berkelompok, bermasyarakat. Sebagai makhluk social,
maka pada diri manusia sudah tertanam niat dan hasrat berorgonisasi.
Organisasi, sekalipun tidak sama dengan ketertiban, namun merupakan dua muka
dari satu medali yang sama. Organisasi secara implicit mencakup pengertian
ketertiban. Negara adalah suatu bentuk yang terjelma dari hasrat berorganisasi
manusia. Dalam hasrat-hasrat hidup bersama, hidup berorganisasi, terletak ide
yang kasar dari Negara. Memang benar asal mula Negara tidak dapat dengan tegas
ditentukan. Ini soal pertumbuhan sejarah (historical development). Tetapi
secara logis rasional dapat ditetapkan bahwa berkat adanya hasrat-hasrat
social, hasrat-hasrat berorganisasi, maka hidup bersama manusia mendahului
Negara. Dalam kehidupan bersama ini sudah ada bentuk-bentuk Negara secara
embrio (in embrio).
Namun sekalipun ide Negara merupakan refleksi dari kenyataan, namun masih
sering kali antara ide dan kenyataan terdapat diskrepansi yang adakalanya
teramat besar, dan adakalanya kedua hal tersebut agak berdekatan, ide Negara
hanya sebagai yang terjelma. Maka, bagian dari ide Negara yang terjelma dalam
sejarah merupakan titik pertemuan antara ide dan pengertian (konsep). Semakin
besar ide ini terjelma, semakin besar persamaan antar a cita-cita dan
kenyataan, tentunya semakin mendekati Negara yang ideal.
Bierens de Haan mengungkapkan bahwa dalam penjelmaan ide Negara dalam
sejarah dapat dibedakan tipe-tipe Negara yang sedikit banyaknya telah
merealisasikan 3 tipe ideal Negara. Ke-3 tipe ideal Negara itu ditinjau
berdasarkan kekuasaan pemerintah sebagai pangkal tolak ide Negara, yakni
tipe-tupe Negara yang ditentukan oleh “dasar kekuasaan Negara” dan “tujuan dari
campur tangan pemerintah”. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat
ditemukan 3 tipe ide Negara yang pernah terjelma dalam sejarah, yaitu:
- Ide Negara
yang didasarkan atas ide yang abstrak, atau yang transcendental, yaitu ide
Negara yang bersumberkan cipta Tuhan (ide Ketuhanan). Dalam hal ini negara
dianggap sebagai ciptaan Tuhan dan kekuasaan pemerintah bersumberkan pada
kuasa dan penetapan tuhan. Dari ide Negara seperti ini, maka lahirlah
pengertian Negara teokratis.
- Ide Negara
yang didasarkan atas ide yang empiris. Ide ini melahirkan konsep Negara yang
didasarka atas kedaulatan rakyat, yang lebih terkenal dengan sebutan
Negara Demokrasi.
- Ide Negara
yang didasarkan atas ide yang immanent, keyakinan akan akal Ketuhanan yang
terjelma dalam sejarah, dalam persekutuan manusia. Tipe neagra yang timbul
berdasarkan ide tersebut belakangan ini merupakan sintetis tipe-tipe yang
telah disebutkan pada bagian a dan b.
C. PENINJAUAN TENTANG SIFAT HAKIKAT NEGARA
1. Peninjauan Sosiologis
- Pandangan
Socrates
Semua manusia menginginkan kehidupan aman,tenteram,dan lepas
dari gangguan yang memusnahkan harkat manusia. Kala itu,orang-orang yang
mendambakan ketenteraman menuju bukit dan membangun benteng,serta mereka
berkumpul disana menjadi kelompok. Kelompok inilah yang oleh Socrates dinamakan
polis (satu kota saja).Organisasi yang mengatur hubungan
antara orang –orang yang ada di dalam polis itu tidak hanya
mempersoalkan organisasinya saja,tapi juga tentang kepribadian orang-orang di
sekitarnya. Socrates menganggap polis identik dengan masyarakat,dan
masyarakat identik dengan Negara. (Abu Daud Busroh,2001:20-21).
- Pandangan
Plato
Plato adalah murid dari Socrates. Ia banyak menulis
buku,diantaranya yang terpenting adalah “Politeia” atau Negara, “Politicos” atau
ahli negara, dan “nomoi” atau undang-undang. Paham plato mengenai Negara
adalah keinginan kerjasama antara manusia untuk memenuhi kepentingan
mereka.Kesatuan mereka inilah kemudian disebut masyarakat,dan masyarakat itu
adalah negara. Terdapat persamaan antara sifat-sifat manusia dan sifat-sifat
Negara.(Abu Daud Busroh,2001:21).
- Pandangan
Aristoteles
Menurut Aristoteles, negara itu adalah gabungan keluarga
sehingga menjadi kelompok yang besar. Kebahagiaan dalam negara akan tercapai
bila terciptanya kebahagiaan individu (perseorangan). Sebaliknya,bila manusia
ingin bahagia,dia harus bernegara,karena manusia saling membutuhkan satu
dengan yang lainnya dalam kepentingan hidupnya. Manusia tidak dapat lepas dari
kesatuannya. Kesatuan manusia itu adalah negara. negara menyelenggarakan
kemakmuran warganya. Oleh karena itu ,negara sebagai alat agar kelompok
manusia bertingkah laku mengikuti tata tertib yang baik dalam masyarakat.
Dengan demikian ,negara sekaligus merupakan organisasi kekuasaan.(Abu Daud
Busroh,2001:22).
- Pandangan
Kranenburg dan Rudolf Smend
Yang dipersoalkan dalam peninjauan sosiologis ini adalah bagaimana kelompok
manusia sebelum terjadinya negara. Karena kelompok itu perlu diatur,maka
dibentuklah organisasi sebagai alat untuk mengatur kelompok tersebut,yaitu
organisasi negara. Agar alat itu dapat bermanfaat, maka alat itu harus
mempunyai kekuasaan/kewibawaan. Dengan demikian,maka muncul sifat hakikat
negara adalah:
· Dwang organisatie;atau
· Zwang ordnung;atau
· Coercion instrument
Jadi, Negara dalam hal ini semata-mata sebagai alat yang dapat
memaksakan manusia-manusia dalam kelompok itu tunduk pada kekuasaannya,agar
berlaku tata tertib yang baik dalam masyarakat.(Max Boli Sabon,1994:70-71).
Yang memiliki kekuasaan/kewibawaan ini pertama-tama dilihat dalam
masyarakat keluarga, maka seorang ayah muncul sebagai yang mempunyai kekuasaan
itu. Kemudian masyarakat itu menjadi makin besar yang disebut negara,kekuasaan
demikian masih tetap terbawa oleh pemimpin Negara itu (from the family to
state).perkembangan lebih lanjut,ternyata bahwa tidak semua kelompok
masyarakat terjadi dengan sendirinya seperti masyarakat keluarga itu,melainkan
adapula kelompok masyarakat yang sengaja dibuat. Kelompok masyarakat itu
sengaja dibuat,karena orang-orang yang berkelompok itu merasa dirinya
senasib,sekeinginan,sekemauan,dan setujuan.untuk itu,Kranenburg mencoba
mengadakan system pengelompokan manusia didalam masyarakat berdasarkan dua
ukuran,yaitu:
- Apakah
perkelompokan itu ada disuatu tempat tertentu atau tidak;
- Apakah
kelompok itu teratur atau tidak.
Dari dua unsur tersebut,diperoleh empat macam kelompok masyarakat sebagai
berikut:
i.
Kelompok yang ada disatu tempat tertentu dan
teratur,contohnya,kelompok orang-orang dalam ruang kuliah,atau kelompok
orang-orang yang menonton bioskop.
ii.
Kelompok yang ada disatu tempat tertentu,namun
tidak teratur,misalnya,massa dalam demonstrasi liar
iii.
Kelompok yang tidak setempat dan tidak
teratur;misalnya,kelompok tukang jual kacang rebus,kelompok penjaja Koran.
iv.
Kelompok yang tidak setempat tetapi
teratur;kelompok inilah yang disebut Negara,oleh Kranenburg,karena kelompok ini
terbentuk bukan karena kesamaan tempat, melainkan membentuk kelompok yang
teratur.
Usaha mereka untuk mengadakan pengelompokan karena adanya rasa
bersatu yang erat disamping mereka menghadapi bahaya bersama. Jadi yang penting
menurut Kranenburg adalah pengelompokan itu terjadi atas dasar bahaya
bersama,an tujuan kelompok itu adalah mengatur diri mereka sendiri.dengan
peratura yang dibuat.sebaliknya dari segi individu,timbul keinginan untuk
menaati peraturan-peraturanyang dibuat (adanya ikatan keinginan). Ikatan keinginan
itu lalu menjelma dalam ikatan kemauan bersama, yang terkenal dengan istilah
willenverhaltnis,baru kemudian secara logis timbul suatu tujuan bersama.
Kesatuan akan tujuan bersama disebut teleologische einheit.Setelah
adanya ikatan kemauan baru timbul soal penguasaan,yaitu persoalan siapa yang
menguasai dan siapa yang dikuasai. Yang memegang kekuasaan adalah ikatan
penguasa atau yang disebut dengan istilah Herrschaftsverhaltnis. Ikatan
penguasa dilihat dari adanya kekuatan yang mengharuskan ditaatinya peraturan
dalam Negara tersebut. Peninjauan sosiologis yang menimbulkan taraf demi taraf
sampai timbulnya hubungan antara yang menguasai dan yang dikuasai inilah
merupakan suatu peninjauan ilmiah yang sistematis.
Sebagai spesifikasi dari peninjauan sosiologis ini adalah
peninjauan politis. Menurut Rudolf Smend,fungsi dari Negara yang terpenting
ialah untuk integrasi (mempersatukan). Kerangka berfikir Rudolf Smend adalah
Negara sebagai ikatan keinginan yang diusahakan agar selalu tetap (statis),
dengan cara mengadakan faktor-faktor integrasi tersebut. Ikatan keinginan
dikatakan sebagai faktor integrasi, karena jika ikatan keinginan itu lepas dari
Negara, maka Negara menjadi tidak ada (lenyap) dan menimbulkan separatisme.
Oleh karena Rudolf Smend mengatakan bahwa tugas Negara yang terpenting adalah
integrasi, maka peninjauannya bersifat politis.
- Pandangan
Heller dan Logemann
Berbeda dengan pendapat Kranenburg, Heller dan Logemann menyatakan, bahwa
yang terlihat adalah bukan Negara sebagai suatu kesatuan bangsa,melainkan
kewibawaan atau kekuasaa tertinggi ada pada siapa atau berlakunya untuk siapa.
Logemann mengatakan bahwa Negara itu pada hakikatnya adalah suatu
organisasi kekuasaan yang meliputi atau menyatukan kelompok manusia yang
kemudian disebut bangsa. Jadi, pertama-tama Negara itu adalah suatu organisasi
kekuasaan, dalam mana terkandung pengertian dapat memeksakan kehendaknya kepada
semua orang yang diliputi oleh organisasi ini. Maka, Logemann berpendapat bahwa
yang primer itu adalah organisasi kekuasaannya, yaitu Negara. sedangkan
kelompok manusianya adalah sekunder.
Heller juga mengatakan bahwa teori Kranenburg itu tidak benar karena jika
dalam Negara jajahan maka antara yang menguasai dengan yang dikuasai tidak
meupakan satu kesatuan bangsa. Demikian pila, seperti di Commenwealth Inggris.
- Pandangan
Openheimer dan Gumplowicks
Bertolak dari herrschaftsverhaltnis, mereks berpendapat bahwa suatu
Negara itu ada karena penaklukan kelompok yang satu dengan yang lain. Jadi,
sifat hakikat Negara adalah organisasi yang melaklukan kelompok-kelompok lain.
- Pandangan Leon
Duguit
Sebagaimana pandangan-pandangan sebelumnya yang bertolak dari herrschaftsverhaltnis,
demikian pula Leon Duguit, namun dengan versi yang berbeda. Leon Duguit
mengatakan, bahwa sifat hakikat Negara adalah oarganisasi dari orang-orang yang
kuat untuk melaksanakan kehendaknya terhadap orang-orang yang lemah.
- Pandangan
Harold J. Laski
Dengan adanya herrschaftsverhaltnis berarti adanya kekuasaan
tertentu, yang biasanya disebut adanya suatu kedaulatan tertentu. Laski
berpendapat, bahwa akibat perkembangan peradaban manusia, maka banyak kelompok
masyarakat yang terbentuk karena kesadaran akan bahaya bersama.
Kelompok-kelompok itu memiliki kedaulatannya sendiri dalam bidannya sendiri
pula (misalnya perkumpulan/ organisasi mahasiswa, pemuda, sepakbola). Jika
dibandingkan dengan Negara, maka organisasi Negara memiliki kedaulatan
tertinggi (top organisatie). Pandangan ini disebut pliralistis karena mengakui
kedaulatan ditiap kelompok organisasi, atau istilah lainnya polyaarchisme.
Harold J, Laski adalah salah seorang tokohnya. Kedaulatan dalam organisasi yang
bukan Negara ini yang bukan Negara ini yang kemudian oleh serjana-serjana
belanda disebut souverinitet in eigen kring atau subsidiariteits beginsel, misalnya
gereja-gereja yang mempunyai kedaulatan sendiri
2.
Peninjauan Yuridis
Dalam peninjauan yuridis ini, ada tiga pokok persoalan dalam masyarakat
yang perlu diketahui sebelumnya, yaitu:
- Rechts objek;
- Rechts subjek;
- Rechts
verhaltnis;
Akan tetapi secara sistematis pembicaraan di mulai dengan Rechts subjek,
yaitu mengenai siapa yang menjadi sujek dalam hukum, artinya yang mempunyai hak
dan kewajiban. Rechts subjek yang satu mengadakan hubungan hukum dengan Rechts
subjek yang lain. Hubungan ini disebut Rechts objek.
- Negara sebagai
Rechts Objek
Negara sebagai Rechts objek berarti Negara dipandang sebagai objek dari
oarng unutk bertindak. Teori ini dengan sendirinya memandang Negara sebagai
alat dari manusia tertentu untuk melaksanakan kekuasaannya. Oleh karena itu,
manusia tertentu itu mempunyai status lebih tinggi dari Negara sebagai objek
tadi.
Teori-teori ini ini dijumpai dalam abad pertengahan, dimana panglima, raja,
dan tuan-tuan tanah sebagai Rechts subjek, dan Negara hanyalah Rechts objek,
yaitu alat untuk menguasai orang yang ada di atas tanah. Jadi, status Negara
lebih rendah daripada orang-orang tertentu tersebut. Negara ini terjadi karena
tuan tanah tidak dapat mengawasi tanahnya yang begitu luas sehingga diangkatlah
panglima, dengan memberikan tanah sebagai hadia. Selain tuan tanah mempunyai
hak atas tanah, dia mempunyai hak untuk memungut pajak terhadap orang yang
berada diatas tanah tersebut, mempekerjakan orang yang tinggal disitu, dan
menghukum orang-orang yang tidak patuh pada peraturan yang dibuatnya. Agar
orang tersebut dapat tunduk pada kekuasaan tuan tanah dan panglima itu, lau
dibentuklah Negara. Maka Negara sebagai alat dari tuan tanah dan panglima
tersebut.
- Negara sebagai
Rechts verhaltnis
Pandangan pertama mengenai Negara sebagai alat, sedangkan yang kedua ini
mengenai Negara sebagai hasil perjanjian. Setelah ada perjanjian masyarakat,
lalu timbul ikatan (verhaltnis) dan ikatan inilah yang dinamakan Negara itu.
Dalam setiap perjanjian, termasuk ajaran Rousseau mengenai pejanjian pembentuk
Negara, terjadilah pertemuan pentingan. Pandangan dualism pada abad pertengahan
mengatakan bahwa para petani, pedagang, tukang, dan lainnya selaku warga
masyarakat yang tidak dapat menjamin keselamatannya, maka mereka memerlukan
perlindungan dengan mengadakan kontrak dengan penguasa sebagai orang sekotanya.
Dalam hal ini terdapat dua kepentingan yang berbeda, yang satu pihak
menghendaki jaminan keselamatan, sedangkan pihak lain menghendaki uang (berupa
pajak). Ini perjanjian yang timbale balik atau disebut verdrag.
Sisi lain dari teori Rousseau, dimana melihat rakyat mempunyai keinginan
yang satu, kemudian bersama-sama berjanji membentuk Negara, atau biasa disebut
gesamtakt (suatu tindak hukum bersama).
Baik verdrag maupun gesamtakt, sama-sama membentuk verhaltnis. Maka, sifat
hakikat Negara jika dipandang sebagai Rechts verhaltnis, Negara adalah
perjanjian yang merupakan tampat pertemuan kepentingan. Meskipun demikian,
kontruksi tentang sifat hakikat Negara berdasarkan verhaltnis ini ada dua macam,
yaitu:
i.
Pertemuan yang timbale balik (verdrag); dan
ii.
Pertemuan kepentingan yang sama (tidak timbal
balik) atau gesamtakt.
- Negara sebagai
Rechts subjek
Pandangan Negara sebagai Rechts subjek berarti Negara sebagai pembuat
hukum. Oleh karena Negara merupakan organisasi kekuasaan, maka Negara juga
dipandang sama dengan organisasi lainnya yang dipandang sebagai orang atau
persoon atau subjek hukum (Rechts persoon) sebagai Rechts persoon, Negara
juga mempunyai hak dan kewajiban, termasuk hak untuk membuat hukum, dan
kewajiban untuk melaksanakan hukum sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, sifat
hakikat Negara jika di pandang dari sudut Rechts subjek, maka Negara adalah
Rechts persoon.
3.
Penggolongan Lain
Selain peninjauan sifat hakikat Negara menurut penggolongan sosiologis dan
yuridis, masih diketehui pula ada penggolongan lain yang meggolongkan dengan
cara:
a.
Subyektif dan Obyektif
- Subyektif
Dari pandangan subyektif maka dapatlah dikenal sifat hakikat Negara yang
selaraskan dengan pandangan Negara sebagai suatu gejala tertentu di dunia.
- Obyektif
Dari sudut obyektif, Negara dapatlah digolongkan sebagai berikut:
1.
Negara sebagai kenyataan (tatsche);
2.
Negara sebagai keadaan (zustand);
3.
Negara disamakan dengan sslah satu unsur:
- Volk ;
- Penguasa
4.
Negara sebagai organisme.
b.
Formil dan Materil
1.
Formil
Negara dalam arti formil, dimaksudkan bahwa Negara ditinjau dari aspek
kekuasaan, Negara sebagai organisasi kekuasaan dengan suatu pemerintahan pusat.
Pemerintah menjelmakan aspek formil dari Negara. Karakteristik dari Negara
formil adalah wewenang pemerintah untuk menjalankan pakasaan fisik secara
legal. Negara dalam arti formil adalah Negara sebagai pemerintah
(staat-overheid).
2.
Materil
Negara dalam arti materil, dimaksudkan bahwa Negara sebagai masyarakat
(staat-gamenschap), Negara sebagai persekutuan hidup.
D. BEBERAPA PENGERTIAN TENTANG NEGARA
Secara
umum negara di artikan sebagai organisasi tertinggi di antara suatu
kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam
daerah tertentu yang mempunyai pemerintah yang berdaulat.
Negara
adalah suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi di mana terdapat
pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan
keamanan, dan lain sebagainya. Di dalam suatu negara minimal terdapat
unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat serta
pengakuan dari negara lain.
Negara
adalah pengorganisasian masyarakat yang mempunyai rakyat dalam suatu wilayah
tersebut, dengan sejumlah orang yang menerima keberadaan organisasi ini. Syarat
lain keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah tertentu tempat negara itu
berada. Hal lain adalah apa yang disebut sebagai kedaulatan, yakni bahwa negara
diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada
wilayah tempat negara itu berada.
Negara adalah lanjutan dari keinginan manusia yang hendak bergaul antara
seorang dengan seorang lainnya dalam rangkah menyempurnakan segala kebutuhan
hidupnya. Semakin luas pergaulan manusia dan semakin banyak kebutuhannya, tentu
akan bertambah besar kebutuhannya kepada sesuatu organisasi Negara yang akan
melindungi dan memelihara keslamatan hidupnya.
Aristoteles (384-322 S.M), seorang ahli filsafat yunani purba
pernah mengatakan bahwa mannusia itu adalah “zoon politikon” atau makhluk yang
selalu hidup bermasyarakat. Seseorang yang hidup menyendiri diluar masyarakat,
tidak dapat disebut manusia lagi. Kalau bukan hewan, ia adalah dewa,
demikianlah kata Aristoteles selanjutnya.
Mulanya hanya merupakan suatu perhubungan dalam perkenalan
seseorang dengan orang lainnya. Ini dinamakan “gemeenschap”, dalam bahasa Arab
disebut dengan istilah “jama’ah” dan dalam bahasa indenesia disebut dengan
istilah “masyarakat”.
Jika masyarakat itu teratur karena cita-cita yang sama, atau
Karena pertalian darah yang serupa, atau karena satu keyainan dan kepercayaan,
sehinggah menimbulkan perasaan senasib seperuntungan dan seperjuangan, maka
dinamakan “natie”, yang dalam bahasanya dinamakan “ummah” atau “ummat”,
sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah “bangsa”. Dalam hal ini
ada satu perbedaan yang besar sekali, bahwa bangsa atau “natie” hanya dapat di
artikan kepada sekumpulan manusia yang dipertalikan oleh rasa kebangsaannya,
tetapi perkataan “ummah” atau “ummat” lebiih luas. Penganut suatu agama seperti
Islam atau Kristen, walaupun terdiri dari berbagai-bagai bangsa, dinamakan
“ummat”. Demikian pula penganut suatu paham atau aliran dalam agama, social,
dan ekonomi, juga dinamakan “ummat”
Ibnu Chaldun (1332-1406) seorang filosof islam dalam abad XIV,
menyatakan bahwa bermasyarakat itu adalah satu kemestian bagi jenis manusia.
Selanjutnya, kata Ibnu Chaldun, hidup bersama didalam masyarakat itu merupakan
senjata yang diAnungrahkan Tuhan kepada jenis manusia untuk mempertahankan
taring dan kuku yang tajam kepada harimau, kulit yang tebal kepada badak,
tanduk yang kuat pada rusa, dan sebagainya.
Kemudian masyarakat ummat yang sudah teratur itu meningkat
lagi suatu tangga kesempurnaan, yaitu anggota masyarakat yang menundukkan
dirinya bersama-sama dengan permufakatan terlebih dahulu atau tidak, pada suatu
pemerintah yang kekuasaannya yang dipegang oleh seorang kepala negarayang
mereka tertentu. Inilah yang dinamakan “stat”, atau dalam bahasa Arab disebut
“daulah”, dan dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai “Negara”.
Pertumbahan Negara tersebut hingga mencari bentuk yang
sempurna, maka Sarnidjo (1986:28) menarik kesimpulan bahwa Negara adalah suatu
organisasi yang hidup yang harus mengalami segala peristiwa yang menjadi
pengalamanya tiap-tiap benda hidup.
Berikut ini diuraikan beberapa pendapat para pemikir tentang
Negara, yaitu
1. Plato (427-348 S.M)
Plato mengatakan
bahwa Negara adalah suatu tubuh yangsenantiasa maju, ber-evolusi, terdiri dari
orang-orang (individu-individu).
2. Grotius, disebut juda Hugo de Groot
(1583-1645 S.M)
Grotius menyatakan
bahwa Negara adalah ibarat suatu perkataan yang dibikin manusia untuk melahirkan
keberuntungan dan kesejahteraan umum.
3. Thomas Hobbes (1588-1679)
Hobbes menatakan
bahwa suatu tubuh yang dibuatoleh orang banyak beramai-ramai, yang
masing-masing berjanji akan memakainya menjadi alat untuk keamanan dan
perlindungan bagi mereka.
4. Jean Jacques Roussseau (1712-1778)
Roussseau
mengatakan bahwa Negara adalah perserikatan bersama-sama yang melindungi dan
mempertahankan hak masing-masing dari harta benda anggota-anggota yang tetap
hidup dengan bebas merdeka.
5. Karl Marx (1818-1883)
Marx mengatakan
bahwa Negara itu suatu persekutuan hokum yang menempati sesuatu wilayahuntuk
selama-lamanyadan yang dilengkapi dengan suatu kekuasaan tertinggi untuk
menyelenggarakan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.
6. Bellefroid
Bellefroid
mengatakan bahwa Negara itu suatu persekutuan hokum yang menempati sesuatu
wilayah untuk selama-lamanya dan yang dilengkapi dengan sesuatu kekuasaan
tertinggi untuk menyelenggarakan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.
7. Logemann
Logemann menyatakan
bahwa Negara adalah suatu organisasi kemasyarakatan (pertambatan kerja) yang
mempunyai tujuan dengan kekuasaanya mengatur serta menyelenggarakan sesuatu
masyarakat. Organisasi itu suatu pertambatan jabatan-jabatan (ambt, fungsi)
atau lapangan-lapangan kerja.
8. Ibnu Chaldun
Chaldun
mengemukakan pandangan yang lebih tegas lagi, bahwa Negara merupakan suatu yang
persis keadaannay sebagai tubuh manusia, mempunya sifat tabiat sendiri,
mempunyai badan jasmani dan rohani, dan mempunyai batas umur sebagaimana halnya
keadaan manusia. Ada masanya lahir dan tumbuh, ada pula masanya muda dan
dewasa, dan ada lagi masanya tua bagka dan mati.
Selain itu masih banyak lagi pengertian Negara
menurut para ahli diantaranya :
- Prof. Farid S.
Negara adalah Suatu wilayah merdeka yang mendapat pengakuan negara lain serta memiliki kedaulatan. - Georg Jellinek
Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu. - Georg Wilhelm Friedrich Hegel
Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal - Roelof Krannenburg
Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri. - Roger H. Soltau
Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat. - Prof. R. Djokosoetono
Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama. - Prof. Mr. Soenarko
Negara ialah organisasi manyarakat yang mempunyai daerah tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sebuah kedaulatan. - Aristoteles
Negara adalah perpaduan beberapa keluarga mencakupi beberapa desa, hingga pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan tujuan kesenangan dan kehormatan bersama.
· Roger F. Soltau Negara
adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama
atas nama masyarakat.
· Georg Jellinek : Negara
merupakan organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang telah berdiam di
suatu wilayah tertentu.
· Prof. R. Djokosoetono : Negara
adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah
suatu pemerintahan yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar